ASMARA DALAM LACI (Bagian 4)



Siang itu panas begitu terik, Alamsyah setengah melamun datang ke kantor untuk melaporkan persediaan material yang masih ada, dan kebutuhan material untuk esok hari.

“Pak, persediaan kita telah mulai menipis, terutama kebutuhan semen di lapangan”. Lapornya setelah sampai dihadapan Bapak Rian selaku pengawas umum.

“Ya, sebenarnya saya telah mengetahui dengan pasti kondisi di lapangan, namuan dalam dua minggu ini memang harus kita akui bahwa manajemen sedang kesulitan pembiayaan. Semua itu di sebabkan lambatnya pertumbuhan ekonomi makro, memang tidak secara langsung berimbas kepada kita, namun Consumer Confidence menurun”. Jelas Pak Rian.

“Yeah, akibat rendahnya kepercayaan konsumen itu maka mereka tidak begitu antusias untuk memutuskan membeli rumah, tetapi lebih kepada bagaimana mempertahankan keadaan ekonomi pada sektor yang paling mendasar, yaitu pangan. Pelaku bisnis kelas menengah ke atas mempertahankan status quo untuk tidak melakukan transaksi bisnis dahulu sampai keadaan membaik. Akibatnya, barang dan jasa yang beredar di tengah-tengah masyarakat menjadi langka dan langka”. Begitulah Pak Rian menjelaskan dengan rinci sambil menarik napas panjang. Alamsyah meskipun seorang Engineer tetapi ia cukup mengerti penjelasan itu. Dan kemudian ia berpamitan untuk kembali ke lapangan, sebab Pukul 14.30 memang belum waktunya untuk pulang. 

Ia dengan segera menuruni anak tangga lantai 2 itu dengan langkah sedikit malas. Ia pandangi ujung sepatunya itu tanpa menoleh kiri atau kanan, sampai ia dikejutkan oleh ujung sepatu lain di depannya. Dag-dig-dug jantungnya tiba-tiba tak berdetak dengan kencang, bukan sakit jantung, tapi di depannya ada Ayunda dengan gaya yang tak jauh berbeda pada arah berlawanan. Posisi mereka tepat di tengah, naik dan turun sama jauhnya. Tiada kata-kata, mata beradu. Namun, tiada juga senyuman dari keduanya. Perasaan mereka berdua masih sulit sekali dijelaskan. Ayunda menyingkirkan langkahnya ke sebelah kiri dan Alamsyah ke sebalah kanan, hampir bersamaan.

Satu langkah, dua langkah, tiga langkah... Jrengggg, tanpa ada komando dari siapa pun keduanya berbalik kanan. Saling tatap. Entahlah, siapa sebenarnya yang lebih dulu menyapa, tiba-tiba hampir bersamaan. “Apa kabar?”. 

Entah siapa yang bertanya dan siapa yang akan menjawab. Kalimat tanya yang sama pada waktu yang sama. Pecahlah tawa mereka di tengah tangga lantai 2 itu. Hilang keraguan mereka. Bagai bongkahan gunung es yang besar tiba-tiba longsor. Tangan mereka saling berjabat tangan. Agak lama juga tangan mereka bertaut, tiada yang mau melepas lebih dahulu. Tiba-tiba...

“Ehm”, suara dari atas tangga. Rupanya tanpa sadar Pak Direktur telah berdiri di sana, namun tiada sepatah kata pun. Kedua insan yang sedang lupa daratan ini segera turun dari awan ketidaksadarannya. Mereka berlari menuju tujuan awal masing-masing. Hanya Pak Direktur yang agak bingung sementara.
“Dasar anak muda..” dengan senyuman yang aneh Pak Direktur menuruni tangga, sebentar-sebentar ia gelengkan kepalanya. Namun kemudian ia terus melangkah ke arah mobil “Pajero” putih di halaman parkir. 

Ternyata, Ayunda kembali ke ruang HRD dan meminta Contact Number kepada Fitri, tentu saja nomor handphone Alamsyah. Fitri seperti biasa tidak berani komentar apa pun tentang ini; yang pasti dalam beberapa hari kemudian akan ada gosip hangat di kantor ini.

‘hai, it s me Ayunda, I knew your number’ begitu tulisnya dalam SMS perdana yang mendebarkan. Di bawah terik matahari di dekat rumah yang setengah jadi, Alamsyah tersenyum lebar dengan tangan dikepalkan ke atas seperti meninju tingginya langit. ‘Yes.. Yes.. Yes’ teriaknya. Semua orang disana, terutama Pak Karyo terheran-heran. “Dasar Stress...” gumam Pak Karyo sambil tangannya memegang batu bata.

Mulai hari ini tampaknya ada dua orang yang sedang jatuh cinta, tetapi seberapa jauh dan efektifnya pendekatan yang akan dilakukan oleh kedua orang ini masih menjadi tanya besar; sebab cinta memerlukan waktu dan kepercayaan. Bukankah begitu?

 Bersambung ke Bagian 5

0 Response to "ASMARA DALAM LACI (Bagian 4)"

Post a Comment